Mungkin tidak banyak yang tahu kisah tragis di balik tutupnya produsen sepeda motor Kanzen. Bahkan lolos dari perhatian media, sehingga tak satu pun media yang mengangkat beritanya.
Karena jumlah penjualan yang sangat kecil, kurang dari 1000 unit per bulan, dan cenderung menurun setiap tahun, akhirnya Kanzen tidak kuat lagi menanggung biaya operasional pabriknya yang sudah berjalan sejak tahun 2000.
Sejak pertengahan 2009, Kanzen tak mampu lagi membayar gaji karyawan dengan benar. Gaji yang seharusnya dibayarkan sekaligus di akhir bulan, terpaksa dicicil, dan jumlah total yang diterima karyawan pun tidak sesuai dengan jumlah yang seharusnya.
Di pertengahan 2010, kondisi Kanzen semakin parah. Management tidak mampu lagi membayar hutang ke supplier, sehingga supplier banyak yang mengancam untuk membawa Kanzen ke meja hijau. Tak cuma itu, banyak supplier datang ke pabrik dengan membawa “debt collector”.
Klimaksnya, membayar tagihan listrik pun Kanzen sudah tak mampu lagi, setelah beberapa kali ditunda, akhirnya listrik pun terpaksa diputus oleh pihak PLN.
Sejak akhir 2009, secara bertahap Kanzen melakukan PHK terhadap karyawannya. Yang paling beruntung adalah karyawan yang di-PHK di tahap pertama, karena mereka mendapatkan uang pesangon secara penuh.
Di proses PHK tahap-tahap selanjutnya, karena tidak mampu membayar dengan cash, management berjanji membayar pesangon karyawan dengan cara dicicil (lagi-lagi dicicil). Karyawan tidak punya pilihan selain menerima keputusan tersebut. Pembayaran cicilan pertama, kedua, ketiga, lancar. Selanjutnya tidak ada lagi pembayaran. Kalau pun ada jumlahnya tidak sesuai dengan yang dijanjikan.
Dan, yang paling tidak beruntung . . . masih ada beberapa karyawan yang masih “dipertahankan”. Nasibnya kini terkatung-katung, di-PHK tidak, digaji pun tidak.
Kasihan . . .
waduh! Menyedihkan gan.