Yang sering dilupakan orang saat memelihara sebuah kendaraan bermotor adalah biaya-biaya perawatan yang akan timbul selama pemakaian. Seperti pengalaman tetangga saya, sebut saja Bunga Totok, bukan nama sebenarnya, yang membeli sebuah angkot seken. Angkot dengan trayek Jonggol – Cileungsi tersebut diharapkan dapat memberinya penghasilan tambahan, selain gajinya bekerja sebagai buruh pabrik.
Kondisi angkotnya tidak bisa dibilang bagus, tapi tidak juga terlalu jelek. Satu minggu pertama, sopir yang dipercaya membawa angkot tersebut tidak mampu menyetor sesuai perjanjian. Alasannya penumpang sepi.
Minggu-minggu berikutnya, si angkot mulai bermasalah. Rusak inilah, rusak itulah . . . sehingga Totok harus keluar banyak duit untuk memperbaiki. Apalagi si sopir juga mulai bermasalah, tidak jujur.
Bulan kedua, ketiga, Totok mulai mengeluh, “Dulu sebelum punya angkot, saya bisa menyimpan seratus, dua ratus ribu per bulan. Sekarang punya angkot, bukannya bisa menyimpan lebih banyak, malah tekor terus setiap bulan.”
Si angkot pun lebih sering nongkrong di rumah. Kadang-kadang Totok membawanya sendiri sehabis pulang kerja, tapi tentu saja tidak bisa setiap hari, karena Totok capek juga.
Bulan ke enam, si angkot dijual lagi.
Wow tragis…. skg memang gak worthed usaha angkot
Honda Kesal DUcati pilih Open Class??! Woi Ngaca donk!!